Buku sebagai Buah Fikir Dan Renungan
*Membacalah maka engkau akan melihat dunia, Menulislah maka engkau akan di lihat dunia*Kata di atas sering kali saya dengar dari senior-senior PMII yang mengajarkan kita supaya rajin membaca, menanggapi hal tersebut penulis mencoba menganalisa organisasi mahasiswa yang paling di gandrungi oleh penulis pada saat kuliah, karna banyak karya-karya dari intelektual muda yang bisa di jadikan rujukan saat berorganisasi di lingkungan kampus.
Dari sejak berdiri 1960 PMII sampai sekarang masih terus eksis dan berperan aktif dalam mengawal dinamika dalam negri maupun luar negri, namun ada hal yg paling penting dari setiap masa kepemimpinan seorang ketua umum, pastinya ada banyak karya yang ingin di munculkan baik secara pemikiran atau yang sudah di tuangkan kedalam karya tulis berupa buku. Dulu PB PMII memiliki tradisi mencetak buku resmi kaderisasi yg dibaca sebagai kompas ideologi dan kompas paradigma bagi kader-kader yg ada di akar rumput
1. Periode Muhaimin Iskandar ada buku menggiring arus balik masyarakat pinggiran
2. Periode Saiful Bahri Anshori ada rekonstruksi paradigma kritis transformatif komunitas tradisional
3. Periode Nusron Wahid ada Buku Pendidikan kritis transformatif
4. Periode Abdul Malik Haramain menerbitkan buku membangun episentrum gerakan di era neoliberal
5. Periode Heri Heryanto azzumi menerbitkan buku Multi level strategi kaderisasi
6. Kepemimpinan Rodli kaelani ada buku Mengawal Gagasan, Mendorong Sentrum Gerakan
7. Periode addin jauharudin yg dikomandoi oleh Dwi Winarno punya buku pedoman kaderisasi nasional yg amat bernas
8. Periode Aminudin ma'ruf lebih berfokus pada langkah-langkah politik organisasi, mulai merapatkan kapal besar PMII mendekat ke istana, hanya melahirkan buku yg amat dangkal dari Munandar Nugraha, tidak punya kuda-kuda teoritik dan bacaan ekopol yg kokoh. Walaupun hancur kualitasnya setidaknya ada buku yg bisa dijadikan bacaan kader
9. Periode Agus Mulyono Herlambang belum ada tanda-tanda menerbitkan buah fikir dan perenungan intelektual, baik ketua umum sendiri maupun Muhiddin M Nur selaku ketua kaderisasinya Lebih sibuk pada agenda formal PKN yg tidak lebih dari sekedar rutinitas belaka, tanpa ada proyek berfikir yg mengakar. Periode ini adalah periode di simpang jalan, terjebak dan ditindih slogan-slogan besar macam revolusi 4.0, bonus demografi, dan seluruh reproduksi istilah guna meneropong modernitas juga tuntutan zaman. Namun apakah keseluruhan fenomena tersebut akan menjadi alasan pembenar untuk memutus mata rantai tradisi intelektual PMII ? Bukankah kita selalu bersandar pada kaidah fiqh "al muhafadhotu ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah" memelihara tradisi lama yg baik dan memasukkan unsur baru yg baik pula.
Kalau meminjam istilah kyai Ahmad Baso, PMII hari ini itu jadi organisasi yang hidup segan mati tak mau, sudah hijrah dari tradisi intelektual baca-tulis ke tradisi poster ucapan selamat dan video ucapan selamat. Akhirnya anak-anak muda NU yg punya minat lebih pada gairah keilmuan memilih menempuh jalan sunyi sendirian mengulik buku dan secara berkala menulis essai di koran ternama, begitu pula anak muda NU yg punya kepedulian atas ketimpangan sosial-ekonomi dan eksploitasi lingkungan hidup mereka akan memilih jalan terasing dengan masuk di NGO-NGO juga organ taktis pengorganisiran. Karena keduanya hari ini tak lagi dapat ditampung oleh PMII.
Akhirul Kalam selamat bermuspimnas, saya tidak membuat poster ucapan selamat dan video ucapan selamat yg acap kali mengeksploitasi tubuh dan gesture adik-adik keder kopri itu, saya hanya membuat sedikit catatan yg tidak terlalu penting, saya titip pesan jangan cuma ngopi-ngopi di sekitaran lokasi, masuklah ke forum Hajar dan kritik draft yg isinya hanya perkara administratif belaka itu, tanyakan pada Agus Herlambang dan Muhiddin M Nur, paradigma kritis transformatif yg sudah dikatakan tidak relevan lagi sejak zaman Dwi Winarno itu sudah ada gantinya belum ? Ketika paradigma sudah dianggap bangkrut dan tidak relevan sebagai pisau analisa zaman seharusnya ada paradigma pengganti, atau dari ratusan personil kepengurusan periode hari ini juga periode kemarin memang tak ada yg cukup layak dan mampu guna menuliskan buah fikirnya sebagai alternatif paradigma pasca PKT ?
Entahlah, coba tanyakan pada sorban putih Ali Mochtar Ngabalin saja
(Sumber : Group WA)
Komentar
Posting Komentar